LPPL Radio Gema BungoFM, Muara Bungo (21/04) Mitra Muda- Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan salah satu hal yang dinantikan para pekerja menjelang Hari Raya Idul Fitri. Perusahaan wajib membayarkan pendapatan non-upah ini kepada pekerja/buruh menjelang hari raya keagamaan di Indonesia. Pembicaraan THR menjadi topik hangat yang tidak ada habisnya untuk diperbincangkan, salah satunya perihal sejarah panjang yang menyertainya.
THR umumnya dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pekerjanya dalam bentuk uang yang diberikan mendekati perayaan agama yang dianut pekerja. Besaran THR yang diberikan kepada pekerja yang sudah bekerja selama satu tahun adalah sejumlah satu kali gaji. Sementara bagi pekerja yang kurang dari setahun, THR akan dibayarkan dengan perhitungan secara proporsional. Namun beberapa perusahaan membayarkan THR dalam bentuk kebutuhan pokok.
Dilansir dari sptsk-spsi.org, sejarah THR bermula di Indonesia pada 1951. Istilah THR diperkenalkan Perdana Menteri dari Masyumi, Soekiman Wirjosandjojo, sekaligus ketua kabinet yang berkuasa kala itu, Kabinet Sukiman Suwirjo. Salah satu program kerja yang diusung kabinet ini dalam rangka meningkatkan kesejahteraan para pegawai dan aparatur negara (pamong pradja atau PNS) yaitu tunjangan.
Kebijakan ini menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Buruh menjadi kelompok yang memprotes kebijakan tunjangan ini. Para buruh melakukan aksi guna menuntut kepada pemerintah supaya mengeluarkan kebijakan yang sama untuk perusahaan kepada para pekerjanya. Hal ini dilakukan sebab buruh merasa ikut serta berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
Akhirnya, pemerintah menerbitkan peraturan agar perusahaan bersedia memberikan THR kepada para karyawannya. Sejak saat itu, istilah THR populer di Indonesia. Meskipun demikian, kebijakan resmi mengenai THR resmi dikeluarkan sekian tahun berikutnya sesudah rezim berganti.
Pada Orde Baru, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan. Peraturan ini menguatkan payung hukum para pekerja mengenai memperoleh THR. Saat masa Reformasi, peraturan tersebut disempurnakan melalui Undang-Undang Nomot 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dengan salah satu isinya mengatur THR.
(Ary)